Semarang, jateng.kabardaerah.com
Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Jawa Tengah, Siti Farida menyampaikan bahwa pengadaan seragam sekolah bagi peserta didik diusahakan secara mandiri oleh orang tua/wali murid, tanpa melibatkan pihak sekolah.
“Ombudsman mengingatkan kepada penyelenggara satuan pendidikan untuk menghentikan praktik penjualan seragam di lingkungan sekolah, karena hal itu berpotensi maladministrasi dan bisa mengarah ke unsur pidana. Sehingga tidak jarang adanya pelaporan masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum. Untuk itulah pentingnya peringatan dini bagi satuan pendidikan agar tidak mendapatkan persoalan di kemudian hari.,” ungkapnya yang dikutip dari Siaran Persnya yang dikirim ke Media ini. (Senin, 25/9).
Selanjutnya Siti Farida juga menjelaskan bahwa pembelian bahan seragam sekolah yang dijual oleh pihak sekolah. Hal itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 181 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan.
“Sesuai peraturan perundang-undangan, pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan. Selain itu, Pasal 4 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah juga mengatur bahwa pengadaan seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua atau wali peserta didik,,”bebernya.
Sementara itu Ketua LSM Gempar Peduli Rakyat Indonesia (GPRI) Jawa Tengah, Akhmad masih menemukan indikasi praktek jual beli seragam sekolah secara terselubung di beberapa sekolah di Jalur Pantura Jawa Tengah, “Saya pernah melakukan pengamatan dan wawancara dengan beberapa peserta Didik dibeberapa sekolah SMPN maupun SMKN /SMAN jalur pantura yang mengindikasikan masih adanya jual beli seragam sekolah mencapai Rp 1 jutaan berupa 2 paket bahan seragam abu-abu dan putih di salah satu SMKN dan Rp 1,3 jutaan di salah satu SMPN jalur pantura, ” ungkap Akhmad.
Ditempat terpisah Kepala Cabang Disdik Wilayah XIII Jawa Tengah, Ernest Ceti Septyanti mengatakan bahwa pihaknya telah mengingatkan dan melakukan pengawasan .
“Di wilayah saya, Kendal batang. kota pekalongan sudah beberapa kali kami ingatkan untuk tidak mengadakan seragam di koord sekolah, ortu siswa atau siswa dipersilahkan mengusahakan seragam secara pribadi. Sekolah diberikan bantuan seragam untuk siswa dari kalangan tidak mampu, sesuai rencana alokasi masing-masing sekolah ,” ungkapnya. (Selasa, 26/9)
Bahkan Ernest juga menegaskan, jika pihaknya selama ini selalu melakukan pengawasan, “Untuk pengawasan secara internal, kami mengoptimalkan fungsi pengawas sekolah, jika ada laporan masyarakat biasanya kami panggil dan di BAP. Sanksinya menggunakan sanksi kepegawaian jika memang terbukti bersalah,”tandasnya.
Selanjutnya Kepala Dinas Pendidikan Kendal, Wahyu saat dikonfirmasi media ini atas dugaan masih terjadinya jual beli seragam dibeberapa SMPN di Kabupaten Kendal, hingga ditulisnya berita ini belum juga membalasnya.
Dalam penelusuran Media ini, memang praktek jual beli seragam sekolah setiap memasuki tahun pelajaran baru, isunya semakin seksi dan selalu terulang setiap tahunnya.Dan jika tidak waspada dan mengabaikannya bisa saja praktek jual beli seragam sekolah tersebut bisa berakhir dipidanakan yang korbannya bisa jadi para pendidiknya. Makanya pihak ombudsman Jawa Tengah selalu mewanti-wanti kepada Satuan pendidikan yang berada di wilayah tugasnya agar tidak menjadikan sekolahnya Toko Terselubunng yang dimanfaatkan sebagai ajang Transaksi Jual Beli Seragam Sekolah yang bisa mencoreng dunia pendidikan.
Olehkarena itu kedepan mestinya harus ada regulasi guna solusi atas persoalan pengadaan seragam ini yang tidak berujung pidana.(TIM)
Discussion about this post