Jateng, Kabardaerah.com (BANJARNEGARA) – Komisioner Komnas Anak Banjarnegara, Happy Kurniawan, SH., yang didampingi Syaeful Munir, SH.I., dan Harmono, SH. MM, CLA., CPL. Med., menuturkan, menurut data, anak-anak korban perceraian rawan mengalami lima bentuk kekerasan.
“Anak-anak korban perceraian rawan mengalami perebutan hak asuh, pelanggaran akses bertemu orang tua, penelantaran hak diberi nafkah, anak hilang, serta menjadi korban penculikan keluarga. Kasus-kasus anak korban perceraian yang kami alami meliputi lima kategori tersebut,” Ujar Happy kepada wartawan saat mendampingi Termohon talak di Pengadilan Agama Banjarnegara Kamis (26/11).
Menurutnya, data pengaduan itu dihimpun dari berbagai sumber, seperti laporan langsung, laporan secara daring, pendataan dari Komnas Anak Banjarnegara, dan pemantauan media. Rita mengklaim, mayoritas aduan kasus anak akibat perceraian didahului oleh orang tua yang menikah pada usia dini.
Orang tua muda yang bercerai, menurutnya, masih banyak yang belum menyadari jika konflik dapat membuat anak merasa terintimidasi. Jika demikian, secara jangka panjang ada dampak trauma psikologis yang diderita anak.
Menurutnya, anak-anak korban perceraian akan mengalami dampak psikologis seperti trauma atau kondisi mental yang tidak stabil. Selain itu, mereka juga rawan menerima bentuk-bentuk kekerasan akibat ego dari orang tua yang sudah bercerai.
“Relasi antara orang tua dengan anak harus terjaga, begitu pula dengan kasih sayang. Sehingga mental anak tetap stabil,” Ungkap Happy.
Satu contoh UK (26) warga Pekasiran, Batur, Banjarnegara klien HSH ketika ditemui wartawan mengatakan sedang didampingi Komnas Perlindungan anak karena dirinya dimohonkan cerai oleh suaminya yang tidak bertanggungjawab.
Dalam Perkara 2338 PdtG/2020 PA BA itu suaminya mengajukan perceraian dengan alasan sering terjadi percekcokan dan perselisihan. Padahal menurutnya yang menjadi pertimbangan kami dalam menuntut hak maupun mempertahankan rumah tangga adalah karena ada anak hasil perkawinan.
“Kita sudah menyadarinya dari hasil perceraian ada trauma psikologis bagi anak. Saya didampingi oleh HSH Law Firm yang notabene mereka Komnas Perlindungan anak, sehingga kami berharap bisa diperjuangkan hak-hak istri yang mau dicerai dengan hak-hak anak,” Ucapnya.
UK sejak berumah tangga dengan SM tipe orang yang tidak bertanggungjawab. “Kadang menyesalnya di belakang. Ya karena sudah jadi bubur, kita jalanin. Namun saya tetap perjuangkan hak-hak istri dan anak semaksimal mungkin,” Pungkasnya. (H412)
Discussion about this post