Kabardaerah.com, SEMARANG – Pemerintah Kota Semarang diduga tidak taat asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal itu disampaikan oleh pakar hukum dari Universitas Semarang (USM) Dr Muh Junaidi, SHI, MH, karena serapan anggaran DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) Kota Semarang, diduga kurang maksimal.
Sebab, dalam laporan yang diperoleh dari Bapenda Kota Semarang per 30 September 2021 lalu, dari anggaran DBHCHT Kota Semarang sebesar Rp8,727 miliar, masih terdapat alokasi anggaran Rp6,652 miliar belum terserap secara maksimal.
“Jadi pada intinya, bisa mungkin ketidak terserapan anggaran tersebut merupakan suatu bentuk ketidaktaatan pemerintah terhadap asas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Yaitu asas tepat sasaran, asas akuntabilitas dan lain-lain,” jelasnya kepada awak media saat diminta tanggapannya terkait serapan anggaran DBHCHT Kota Semarang, Kamis (2/12/2021).
Apalagi, lanjutnya, jika anggaran tersebut digunakan tidak sesuai dengan skedul, perlu dipertanyakan kira-kira ada masalah apa dibalik itu? Sebab jika tidak ada pertimbangan yang matang dan jelas, bisa dikatakan pemerintah telah melanggar dan bertentangan terhadap asas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, menurut Wakil Rektor 3 USM ini, Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan evaluasi terhadap penggunaan anggaran DBHCHT, jika tidak melakukan evaluasi, maka pemerintah dianggap kurang responsif terhadap kepentingan masyarakat.
“Jadi Pemkot Semarang perlu melakukan evaluasi, terhadap anggaran yang digunakan. Karena jika tidak dilakukan evaluasi, tentunya pemerintah dianggap kurang responsif terkait kepentingan masyarakat. Karena anggaran tersebut harus digunakan tepat sasaran,” tandas mantan Kaprodi Magister Hukum USM ini. (Lim/Absa)
Discussion about this post