Jateng.kabardaerah.com (SEMARANG) – Kasus sengketa tanah di jalan Srinindito RT 9, RT 11 dan RT 12 RW 01 Kelurahan Ngemplak Simongan Kecamatan Semarang Barat kota Semarang memanas. Senin (28/12) para pihak, baik itu Penggugat dan Tergugat yang diwakili masing-masing kuasa hukum bersama Pengadilan Negeri kota Semarang melakukan sidang di tempat perkara Nomor 376/Pdt.G/2020/PN Smg untuk peninjauan objek yang disengketakan.
Kuasa Hukum Tergugat dari GNPK RI, Yudhi Suprihanto, SH mengatakan terkait dengan gugatan Perdata No 376 ada 25 tergugat diduga banyak kejanggalan karena pada tahun 1999 lalu, warga menempati lahan masih berupa tanah terlantar atau tanah Negara.
“Jadi warga Simongan RT 9, RT 11 dan RT 12 RW 01 ada 225 KK menempati tanah yang mana tanah itu tanah terlantar atau tanah Negara sejak tahun 1999. Sejak tahun 1999 itu sampai sekarang menjadi kampung tiga RT,” terangnya.
Lalu pada tahun 2017, warga hendak mengurus surat atas tanah yang mereka tempati. Namun mereka kaget karena ternyata tanah tersebut sudah ada yang mengaku memilikinya.
“Kemudian warga tahu bahwa tanah itu ada sertifikat itu tahun 2017, itu ketika warga pengen mempunyai surat atas tanah yang didiami itu ketika ngurus KRK,” tambah Yudhi.
Kemudian lanjut Yudhi, setelah warga ngurus KRK, beberapa warga kurang lebih 50 persen muncul sertifikat atas nama Tantono yang katanya pemilik atas tanah yang luasnya lima belas ribu meter persegi. Ada 22 sertifikat, sementara warga meyakini bahwa tidak ada yang namanya Tantono. Karena penggarapnya itu bukan Tantono. Melainkan 3 orang dan sudah meninggal semuanya,” tuturnya.
“Nah singkat cerita pada tahun 2019 tanah itu konon ceritanya dijual kepada Riga dengan pengikatan jual beli di depan Notaris bulan Mei 2109, kemudian surat kuasa menjual bulan Mei 2020. Ini semakin tidak karuan, sebenarnya warga ini hanya minta dan siap membeli dengan harga yang wajar. Kemudian yang kedua bahwa yang didiami ini apakah tanah yang dimaksud dalam objek sengketa apa bukan,” ungkapnya.
Menurut keterangan dari pemilik lahan awal yang menjual kepada Penggugat, Agung Utoyo, menceritakan bahwa 22 sertifikat seluas 15 ribu meter persegi itu dulunya sudah dijual kepada Penggugat.
“Kita kan sudah jual semua kepada pihak ke tiga, tapi ternyata di atas tanah itu sudah ada yang menempati. Mereka menempati kan model dipetak, atau kaplingan. Kalau aku di sini cuma sebagai saksi dan cuma menceritakan awal mulanya aja,” paparnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Penggugat, Paulus Sirait, SH mengatakan bahwa objek rumah yang menjadi sengketa tersebut merupakan tanah yang dibeli kliennya dengan dibuktikan kepemilikan sertifikat. Atas dasar itulah, akhirnya kasus ini digugat ke Pengadilan Negeri Semarang.
“Ini tadi agendanya sidang pemeriksaan setempat yaitu mengecek lokasi menjadi objek sengketa yaitu 229 sama 224. Jadi Hakim sudah melihat batas-batasnya memang opsinya ada di sini. Yang kita sengketakan ada dua objek. Jadi mereka menguasai ini tanpa ada alas hak. Itu tanah sudah dibeli klien kami ada sertifikatnya dan mereka tidak ada bukti kepemilikan,” terangnya.
(Ywn)
Discussion about this post