KAB. JEPARA, jateng.kabardaerah.com – Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta didampingi Sekda Jepara Edy Sujatmiko, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Ratib Zaini dan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Hery Yuliyanto dan jajarannya menandatangani Naskah Kesepakatan Bersama dengan PT Semen Gresik Pabrik Rembang, Jawa Tengah. Kerja sama tersebut terkait pengelolaan sampah dengan sistem Refuse Derived Fuel (RDF). Agenda tersesebut dilaksanakan di Ruang Command Center, Setda Jepara pada Senin, (11/9/2023).
Edy Supriyanta mengungkapkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara. Menurut sumber tersebut, tercatat potensi sampah yang masuk ke TPA Bandengan, Kabupaten Jepara rata-rata 150 ton per hari.
Selaras dengan itu, Pj Bupati Jepara pun memastikan akan segera membangun tempat pengelolaan sampah terpadu RDF. Tujuannya, agar bisa mengurangi sampah di Jepara dan menjaga Jepara menjadi kota bersih.
“Harapannya, dengan adanya kerjasama ini bisa mengurangi sampah sehingga menjadi kota bersih karena kemarin salah satunya Jepara mendapat adipura kencana. Kita genjot RDF ini agar segera terrealisasi,” ucap Edy.
Direktur Utama beserta jajaran PT Semen Gresik Pabrik Rembang, Jawa Tengah Muchamad Supriyadi mengatakan bahwa masalah sampah di perkotaan perlu mendapat perhatian khusus. Ia pun mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara untuk membangun sistem pengelolaan sampah sebagai langkah luar biasa. Oleh karena itu, kolaborasi antara PT Semen Gresik dengan Pemkab Jepara sangat layak untuk disambut dengan baik.
“Kami merasa senang bisa diundang Pak Bupati untuk bersama-sama siap menjadi _off-taker_ pada project yang luar biasa tentang pengelolaan sampah dengan sistem RDF. Memang bagi perusahaan, khususnya industri semen kebutuhan energi itu utama,” ucap Supriyadi.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Semen Gresik juga turut memaparkan bahwa saat ini, industri-industri, khususnya industri semen sedang memikirlan langkah untuk beralih dari energi berbasis bahan bakar fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan.
“Biaya kami 45% dari keseluruhan biaya itu energi. 17% itu listrik, sisanya 28% adalah kebutuhan bahan bakar yang saat ini mengandalkan bahan bakar fosil yaitu batu bara. Oleh karena itu memang semua industri sekarang sangat _concern_ terhadap bagaimana mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, kemudian salah satunya bersumber dari pemanfaatan sampah,” jelas Supriyadi. (Nik)
Discussion about this post