Kabardaerah.com (WONOSOBO) – Kasus sengketa tanah antara pihak Desa Dieng dan PT Dieng Djaya terus berlanjut ke ranah Pengadilan. Dimulai terbitnya sertifikat HGB serta SPPT untuk tanah yang menjadi obyek sengketa juga dipermasalahkan oleh Desa Dieng. Mardi Yuwono sebagai Kades Dieng menjelaskan kepada Wartawan bila pihak desa tidak mengetahui mengapa bisa ada sertifikat HGB untuk tanah yang menjadi obyek sengketa antara Desa Dieng dan PT Dieng Djaya.
“Kami pihak desa sangat kaget dengan adanya kemunculan perpanjangan sertifikat HGB atas nama PT Dieng Jaya ditahun 2019 hingga tanggal 28 -11- 2039. Dengan pembuatan sertifikat itu mengapa pihak desa tidak tahu dan tidak dilibatkan? Karena bila ada perpindahan hak tentunya kami dilibatkan dan warkah letter c seharusnya tertulis rinciannya namun tidak ada,” kata Kades Dieng.
“Saat itu kami diperlihatkan copian letter c nya, dan kami menemukan bahwa PLT sebelum Kades Mardi Yuwono menjabat kembali yaitu Agus Setiyawan, NIP 19630802.198607.1.003 telah mengetahui/mengesahkan salinan/fotocopy sesuai dengan aslinya dan menandatanganinya, tertanggal 28-05-2019. Kemudian kami tanyakan kepada Kades Mardi Yuwono, tentang hal tersebut. kemudian Mardi menjelaskan kepada kami kembali,” Paparnya.
“Saya dulu sudah mewanti wanti kepada PLTnya, jangan pernah menanda tangani apapun yang berkenaan dengan obyek yang sedang disengketakan. Tapi mengapa malah sekarang ada muncul sertifikat tersebut,” jelasnya.
Kemudian wartawan pun ke kantor Kecamatan Kejajar untuk konfirmasi dan informasi kepada Camat Kejajar, Raden Agus Setyo Tomo A.P., MM, serta mantan plt Agus Setiyawan yang kebetulan juga bekerja di kantor kecamatan (09-03-2021).
Saat diwawancara, Raden Agus Setyo Tomo selaku camat Kejajar dulu sudah mewanti wanti kepada PLT saat itu yaitu Agus Setiyawan untuk tidak menandatangani apapun yang bersangkutan dengan obyek yang lagi disengketakan.
“Saya belum pernah menandatangani apapun setelah adanya sengketa. Kecurigaan muncul pada saat peralihan. Saya dengan PLT waktu itu sangat berhati hati. Dan saya malah baru mengetahui kalau ini (menunjuk letter c) kalau ditanda tangani oleh beliau,” paparnya, Sambil menengok ke mantan PLT kades Dieng Agus Setiawan.
Saat itu Agus setiawan sendiri mengatakan bila tidak menandatangani apapun.
“Ini bukan tanda tangan saya, tanda tangan saya besar. Saya belum pernah menandatangani apapun ketika proses sengketa ini ada, dan pada saat saya menjadi PLT, ketika PT Dieng Djaya kesini beberapa kali minta tandatangan tapi saya dan pak camat tidak mau menandatanganinya,” imbuh Agus Setiawan.
Sesuai penerbitan sertifikat HGB NO 00004 yang ditandatangani oleh Bambang Respati, S.Si selaku Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Wonosobo tertanggal 02-12-2019.
Bahwa di sertifikat tersebut mengacu kepada SURAT daftar isian 202, Surat Kakantah kabupaten Wonosobo tanggal 28-11-2019, No 14/HGB/BPN-11.25/2019, SURAT UKUR tertanggal 03-12-2019. No.00698/Dieng/2019, seluas 12.234 m2. Dengan penunjuk akan dipergunakan untuk homestay, toko dan restaurant.
Harmono S.H, M.M, CLA, CPL cm, selaku kuasa hukum dari pihak Desa Dieng mengatakan tentang SHM 00004 HGB terkesan buru-buru.
“Ya memang prosedurnya prematur terburu buru kalau lihat sertifikatnya, antara tanggal ukurnya, sama tanggal penerbitannya. Tanggal ukurnya tertulis 03-12-2019 sedang surat penerbitannya lebih dulu yaitu tertanggal 02-12-2019. Sertifikat itu dibuat saat Pj Kades dieng 2019. Ya itu yang SHM 00004 HGB Terkesan terburu2. kami minta ditunjukan oleh BPN obyek bondo desa tersebut, yg menurut kami ada d obyek HGB yg 12.345 m2,” ungkap kuasa hukum Desa Dieng saat acara mediasi di Pengadilan Negeri Wonosobo, Senin (22/3).
Jangan sampai dalam persoalan ini ada oknum-oknum yang bermain. Kami berpandangan sesuai ketentuan pidana tersebut tertuang dalam Pasal 56 KUHP yang menyebutkan bahwa mereka yang sengaja memberikan kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan maka dapat dipidana sebagai pembantu kejahatan.
Selanjutnya, Pasal 55 KUHP juga menyebutkan bahwa mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana ditindaklanjuti.
“Jangan sampai ada modus mafia tanah dalam permasalahan ini,” tambahnya.
Ketika dikonfirmasi ke BPN, Budiono, A.Ptnh. M.H selaku kepala kantor BPN Wonosobo menjelaskan.
“Kita membuat sertifikat dengan acuan data data dari pihak pemohon sudah lengkap. Ketika data sudah lengkap kami memprosesnya. Jadi bukan kami yang mencari data namun pemohon sendiri yang memberikan datanya,” jelas Budiono.
(ET/SLM)
Discussion about this post