Jateng.kabardaerah.com (PEMALANG) – Berawal dari info salah satu keluarga korban, adanya temuan surat kesepakatan damai kasus pelecehan seksual sesama jenis terhadap anak di bawah umur. Team awak media Jateng melakukan investigasi dan klarifikasi dengan Oknum ASN di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah, Jum’at (27/11/2020) yang lalu.
Setelah dilakukan investigasi oleh tim media, ternyata pelaku mengatakan tidak ada apa apa, pelaku juga mengelak dan meminta
tim media untuk klarifikasi dengan Kepala Desa, katanya tidak ada masalah lagi, sudah selesai dengan Korban,” jelasnya.
Padahal sudah jelas tertera, di surat perjanjian damai penyelesaian kasus Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dilakukan oleh saudara N dan korbannya merupakan anak dari S, yang ditandatangani kedua belah pihak dan bermaterai.
Dalam surat perjanjian juga ada tanda tangan dan stempel Kepala Desa Kaliprau beserta beberapa saksi yang ada di surat tersebut. Adapun perjanjian damai dilakukan pada Senin (12/10/2020) lalu di Desa Kaliprau Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Jawa Tengah.
Di surat perjanjian damai tertera pihak korban anak dari S warga Desa Kaliprau Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang, sedangkan pihak pelakunya adalah N warga Desa Kaliprau Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Berdasarkan dengan bukti-bukti screenshot percakapan WhatsApp, jika dilihat dari chating pihak korban dengan ibunya, kejadian tersebut sudah berlangsung lama dan diduga korban pelecehan seksual lebih dari satu orang, artinya masih ada korban yang lain.
Tim awak media juga melakukan konfirmasi dan klarifikasi ke pihak Kepala Desa Kaliprau pada, Sabtu (12/12/2020) lalu melalui sambungan telpon whatsAPP.
Dalam percakapan itu, Kades Kaliprau membenarkan adanya kasus tersebut dan menyatakan kasus itu sudah selesai atau damai.
Bahkan Kepala Desa Kaliprau juga menyuruh kepada tim media untuk menghubungi atau menemui salah satu Stafnya biar lebih enak, jelasnya.
Sementara itu, Pemerhati Perempuan dan anak yang juga Ketua Peradi Sumsel sekaligus Managing dan Owner kantor Hukum Hj. Nurmalah, SH, MH, kepada Wartawan, Minggu (20/12) saat ditanya bisakah tersangka pencabulan terhadap anak di bawah umur dibebaskan walau sudah ada perjanjian damai yang diketahui oleh Kades setempat dengan imbalan sejumlah uang.
Hj. Nurmalah mengatakan, bahwa pencabulan terhadap anak di bawah umur diatur dalam UU No.23/2002 tentang perlindungan anak sebagaimana telah diubah oleh UU No. 35/2014 tentang perubahan UU No.23/2002 Peraturan pengganti UU No. 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU tentang Perlindungan Anak pasal 76 E UU No. 35/2014 yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan tipu muslihat melakukan serangkaian kebohongan membujuk anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pelanggaran terhadap pasal 76E UU No. 35/2014 diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 82 Perpu no. 1/2016 yang berbunyi:
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E dipidana penjara paling sedikit 5 tahun paling lama 15 tahun.
2. Jika dilakukan oleh orang tua, wali, orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, Pendidik, Tenaga kependidikan/aparat yang menangani perlindungan anak atau dilakukan atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama diancam ditambah 1/3 dari ancaman sebagaimana tersebut pada ayat 1 diatas.
4. Jika korban lebih dari satu dikenakan pidana tambahan diumumkan identitas pelaku.
6. Dapat dikenai tindakan rehabilitasi pemasangan pendeteksi alat elektronik.
7. Tindakan dimaksud (6) dikenakan bersamaan.
Pasal 76E UU No. 35 /2014 jo – Perpu no.1/2016 pasal 82 bukan delik aduan, tapi delik biasa.
Delik Biasa : Perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari korban (yang dirugikan) walaupun damai atau dicabut tetap dapat diproses secara hukum.
Delik aduan : hanya dapat diproses kalau ada pengaduan
korban.
Dengan demikian, secara hukum antara keluarga korban dan pelaku sudah damai maka pelaku tetap dapat diproses secara hukum.
Adanya kasus tersebut, tim awak media juga melakukan konfirmasi dengan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pusat, Arist Merdeka Sirait. Dalam paparannya, Arist menegaskan bahwa kasus pelecehan seksual sesama jenis / Sodomi terhadap anak bawah umur, pihak manapun tidak ada yang boleh mengusulkan adanya perdamaian.
“Tapi boleh-boleh saja pihak pelaku memohon maaf berdamai memberikan kompensasi pengobatan dan sebagainya, namun dengan adanya surat perdamaian bukan berarti bisa menghentikan hukumnya, karena kasus ini menyangkut Perlindungan Anak di bawah umur, hukum harus tetap berjalan,” tegasnya.
(Red)
Discussion about this post